Plus Denda Rp50 Juta atau 3 Bulan Kurungan
BANJARBARU,- Persidangan panjang perkara korupsi yang terjadi di Dinas Kesejahteraan Sosial memasuki akhirnya memutuskan vonis 1 tahun kurungan penjara kepada terdakwa Dra Sri Waryuni, mantan Kasi Rehabilitasi Dinkesos Kota Banjarbaru.
Vonis yang diberikan majelis hakim yang dipimpin Heru Mustofa SH tersebut, sebetulnya lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Siswanto SH yang menuntut terdakwa Dra Sri Waryuni yang pada masa itu menjabat sebagai Kepala Seksi Rehabilitasi Dinkesos Kota Banjarbaru dituntut kurungan selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan, denda denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp12 juta. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu paling lama 1 bulan, terdakwa kembali dipidana selama 3 bulan.
Majelis hakim berkeyakinan bahwa terdakwa Dra Sri Wahyuni bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebagaimana dalam dakwaan lebih subsidair melanggar pasal 3 UU no 31 tahun 1999 yang telah diubah dan diperbaharui dengan UU no 20 tahun 2001 jo pasal 64 KUHP.
Putusan pengadilan terhadap Sri Waryuni juga mengharuskan terdakwa membayar uang pengganti ganti terhadap kerugian negara senilai Rp12 juta subsider kurungan 1 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subsider kurungan 3 bulan jika terdakwa tak melunasinya selambat-lambatnya 1 bulan setelah mendapatkan putusan hukum berkekuatan tetap.
Menanggapi putusan itu, baik terdakwa maupun JPU memilih pikir-pikir. “Kami pikir-pikir dulu dan berkonsultasi dengan Kejari,” kata Hendri Siswanto saat dikonfirmasi wartawan.
Sebagaimana diketahui, kasus perkara korupsi yang dilakukan Sri Waryuni terungkap dipersidangan bahwa pada tahun 2005 terdakwa dalam tugasnya tidak membayarkan bantuan uang sebesar Rp4,5 juta dan pada tahun 2006 sebesar Rp7,5 yang seharusnya diterima SLB Landasan Ulin. Kemudian, pada tahun 2006 terdakwa terlambat menyalurkan bantuan kepada UKS Sei Ulin sebesar Rp15 juta. Keterlambatan itu lantaran kesengajaan terdakwa dan baru dibayarkan pada Pebruari 2007 setelah terdakwa diperiksa penyidik polisi dan Bawasda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar